Jejak Harmoni: Upaya Kolektif Blang Pante dan PHE NSO Redam Konflik dengan Gajah
Lhokseumawe – Hubungan antara masyarakat Aceh dan gajah bukanlah hal baru. Sejak masa Kerajaan dan Kesultanan, gajah telah menjadi bagian penting dalam sejarah dan budaya, bahkan turut membantu saat bencana tsunami 2004 melanda Aceh. Di tengah penghormatan yang mendalam, gajah sering disapa dengan sebutan Teungku Rayeuk atau Po Meurah, gelar yang mencerminkan status tinggi dalam masyarakat.
Namun, seiring pertambahan penduduk dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan, konflik antara manusia dan gajah mulai merebak. Hal ini menjadi kenyataan yang dihadapi warga Desa Blang Pante, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara—salah satu desa yang dilalui jalur lintasan gajah.
Untuk mengatasi masalah ini secara berkelanjutan, Pertamina Hulu Energi NSO (bagian dari Pertamina Hulu Rokan Zona 1) menggandeng Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), serta LPLHa, menjalankan program penyelesaian konflik berbasis kolaborasi. Melalui pembentukan Unit Pengelola Gampong (UPG), sebanyak 10 warga dilatih secara khusus untuk menghalau gajah dengan metode aman dan ramah lingkungan, seperti bunyi petasan serta pagar tanaman pengusir.
Program ini resmi diluncurkan pada 19 Februari 2025 dalam balutan kearifan lokal, yaitu tradisi Khanduri dan Peusijuk. Khanduri dilakukan sebagai wujud syukur atas kolaborasi berbagai pihak, sementara Peusijuk merupakan doa perlindungan dan keberkahan untuk para anggota UPG yang akan bertugas menjaga kebun dan harmoni desa.
Manager Field PHE NSO, Heri Prayogo, menyampaikan bahwa program ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. “Program ini selaras dengan pilar lingkungan kami dalam Konservasi Kehati. Ini bukan hanya soal konservasi, tapi juga pemberdayaan masyarakat,” jelas Heri.
Acara peluncuran dihadiri oleh berbagai pejabat nasional dan daerah, termasuk dari KLHK, BKSDA Aceh, dan Pemda Aceh Utara. Pemerintah daerah bahkan berharap inisiatif ini bisa berkembang menjadi wisata edukatif seperti di Tangkahan, Sumatera Utara.
Kepala Desa Blang Pante, Marzuki, menyampaikan harapannya dengan penuh rasa syukur. “Semoga ke depan kita bisa hidup berdampingan dengan Po Meurah. Terima kasih atas semua pihak yang peduli pada kami dan gajah,” tutupnya.(*)